Sejarah Perundingan Hoge Veluwe
Saat ini nama Hoge Veluwe merupakan sebuah daerah wisata hutan lindung yang indah, yang terletak ditengah negeri Belanda. Sebagai daerah wisata, tempat rekreasi alam ini dilengkapi dengan danau yang indah, jalan untuk bersepeda dan sebuah museum yang memamerkan banyak lukisan pelukis Belanda terkenal, termasuk dari Vincent van Gogh. Dibalik keindahan itu semua tempat ini pernah menjadi saksi sejarah dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Tempat ini dimasa era mempertahankan kemerdekaan merupakan tempat diplomasi / perundingan antara Indonesia dengan Belanda.
National Park Hoge Veluwe
Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan negara Republik Indonesia dan pasca kekalahan negara-negara fasis dalam Perang Dunia II Sekutu secara khusus ialah Belanda berkeinginan untuk menjajah kembali Indonesia. Namun, disisi lain upaya untuk menjajah kembali Indonesia itu mendapat penolakan keras dari rakyat Indonesia. Akibatnya terjadi saling kontak sejata antara tentara Belanda dengan tentara Indonesia. Untuk mengatasi hal ini kedua belah pihak akhirnya mengadakan dialog/perundingan.
Pra Perundingan Hoge Veluwe
Sebelum diadakan perjanjian antara Belanda dengan Republik Indonesia di Belanda. Sebelumnya telah ada dialog antara keduanya yang dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 10 Februari – 12 Maret 1946. Dalam perundingan ini pihak Indonesia yang diwakilkan oleh Sutan Syahrir berhasil mencapai titik perundingan dengan diakuinya kedaulatan Republik Indonesia secara de facto terdiri dari Jawa dan Sumatra oleh Belanda dengan wakilnya Van Mook disertai penengah dari Inggris A.Clark Kerr dan Lord Killearn. Namun perundingan ini mengalami permasalahan di tingkat pejabat Belanda di Den Haag, pejabat di Den Haag cenderung mengabaikan hasil perundingan yang diadakan di Jakarta ini.
Proses Perundingan Hoge Velue di Belanda
Usaha untuk terus mencapai kedaulatan telah diupacayakan oleh pemerintah Republik Indonesia.Pemerintah Indonesia mengirim perwakilannya untuk berunding dengan pemerintah Belanda di Den Haag agar Belanda segera mengakui kedaulatan Republik Indonesia. Dalam perundingan ini wakil-wakil Indonesia diwakilkan oleh; Mr Soewandi (menteri kehakiman), Dr Soedarsono (ayah MenHanKam Juwono Soedarsono yang saat itu menjabat menteri dalam negeri) dan Mr Abdul Karim Pringgodigdo dan dipihak Belanda yang dimpimpin langsung Perdana menteri Schermerhorn. Dalam delegasi ini terdapat Dr Drees (menteri sosial), J.Logeman (menteri urusan seberang), J.H.van Roijen (menteri luar negeri) dan Dr van Mook (selaku letnan Gubernur Jenderal Hindia Belanda).
Perundingan dilaksanakan di Hoge Velue pada tanggal 14-24 April 1946 dan berlangsung sangat alot sebab delegasi Belanda ini mengabaikan perundingan yang telah disepakati sebelumnya di Jakarta (Van Mook - Syahrir).
Perundingan Hoge Velue membahas pokok permasalahan:
- Substansi konsep perjanjian atau protokol sebagai bentuk kesepakatan penyelesaian persengketaan yang akan dihasilkan nantinya oleh perundingan Hoge Veluwe,
- Pengertian yang diajukan dalam konsep protokol Belanda seperti Persemakmuran (Gemeenebest); negara merdeka (Vrij-staat),
- Pengertian struktur negara berdasarkan federasi,
- Pengertian mengenai batas wilayah kekuasaan de facto RI, yang hanya meliputi pulau Jawa.
Pihak Belanda terus bersikeras untuk menolak hasil perundingan sebelumnya di Jakarta (Van Mook - Syahrir) dengan alasan pemerintah Belanda saat itu karena untuk dapat menerima hasil perundingan di Indonesia, Undang-undang Dasar Belanda harus berubah dahulu. Ini akan makan waktu lama. Padahal Belanda sedang menghadapi pemilihan umum yang tidak beberapa lama lagi akan berlangsung.
No comments:
Post a Comment